Selasa, 09 Juni 2009

POST-MODERN

Dalam sejarah manusia, kita kenal tiga era atau zaman yang memiliki ciri khasnya masing-masing yaitu pra-modern, modern dan postmodern. Zaman modern ditandai dengan afirmasi diri manusia sebagai subjek. Apalagi setelah pernyataan Rene Descartes, “cogito ergo sum” yang artinya ‘aku berpikir maka aku ada’. Melalui pernyataan tersebut, manusia dibimbing oleh rasionya sebagai subjek yang berorientasi pada dirinya sendiri sehingga rasio atau akal budi manusia menjadi pengendali manusia terutama tingkah lakunya. Pada masa ini munculah berbagai macam teori yang berlaku sampai sekarang. Pada akhirnya yaitu zaman dimana kita berada sekarang yaitu zaman postmodern. Pemikiran pada periode ini menamakan dirinya postmodern, memfokuskan diri pada teori kritis yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua hal yang saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi.
Dalam makalah ini akan dikemukakan sejarah munculnya postmodern sebagai ‘isme’ yang mengritik modernitas, juga akan dipaparkan beberapa tokoh pada periode ini beserta ajarana-ajaran pokok meraka.

II. Pengertian
Untuk memudahkan memahami postmodernisme, ada baiknya kita mengkontraskan ‘isme’ ini dengan lawan sejarah dan nuansa berpikirnya, yakni modernisme. Mengkontraskan kedua ‘isme’ tersebut dipandang perlu karena postmodernisme, dalam banyak hal, bisa dikatakan sebagai reaksi dan kritik terhadap modernisme.
a) Modernisme
Secara etimologis modern (adj.) bermakna, ‘pertaining to recent or present time’. Dalam sub bab yang bertemakan postmodernisme, Romo Tom Jacob mengartikan ‘modern’ sebagai: (1) terbaru, mutakhir; (2) sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
Sedangkan menurut Kant menyebutnya sebagai, ’pencapaian transendentalisasi jauh dari imanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta oposisi biner.
Dalam perspektif seorang postmodernis yang berasal dari traadisi filsafat, modernisme bisa disebut sebagai ‘semangat yang diandaikan ada pada masyarakat intelektual sejak zaman renaissance (abad ke-18) hingga paruh pertama abad ke-20. Semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress --meraih kemajuan—dan untuk humanisasi manusia’. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan yang sangat optimistik dari kamum modernis akan kekuatan rasio manusia.
Di era ini rasio dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk memahami realitas, untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas, dan estetika. Pendek kata, rasio dipandang sebagai kekuatan tunggal yang menentukan segala-galanya.
Pengakuan atas kekuatan rasio dalam segenap aktivitas manusia, berarti pengakuan atas harkat dan martabat manusia. Manusia dengan rasionya, --tentu saja sebagai subjek; pemberi bentuk dan warna pada realitas-- adalah penentu arah perkembangan sejarah. Kenyataannya, modernisme adalah salah satu bentuk dari humanisme. Narasi-narasi besar modernisme yang berasal dari kapitalisme, eksistensialisme, liberalisme, idealisme, tidak bisa lain membuktikan hal itu.
Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari dan menemukan kebenaran asasi, kebenaran esensial, dan kebenaran universial. Rasio manusia dianggapa mampu menyelami kenyataan faktual untuk menemukan hukum-hukum atau dasar-dasar yang esensial dan universal dari kenyataan.

b) Postmodernisme
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.
Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.
Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”
Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.

III. Perbedaan Modernisme Dan Postmodernisme
Pemikir evalengical, Thomas Oden, berkata bahwa periode modern dimulai dari runtuhnya Bastille pada tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan berakhir dengan kolapsnya komunisme dan runtuhnya tembok berlin pada tahun 1989. Modernisme adalah suatu periode yang mengafirmasi keeksistensian dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran manusia. Oleh karena itu, dalam arti simbolik penalaran menggantikan posisi Tuhan, naturalisme menggantikan posisi supernatural. Modernisme sebagai pengganti dinyatakan sebagai penemuan ilmiah, otonomim manusia, kemajuan linier, kebenaran mutlak (atau kemungkinan untuk mengetahui), dan rencana rasional dari social order Modernisme dimulai dengan rasa optimis yang tinggi.
Sedangkan postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang muncul sejak akhir abad 19. Dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan oleh emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme. Kenyataan tidak lebih dari sebuah konstruk sosial; kebenaran disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan. Identitas diri muncul dari kelompok. Postmodernisme mempunyai karakteritik fragmentasi (terpecah-pecah menjadi lebih kecil), tidak menentukan (indeterminacy), dan sebuah ketidakpercayaan terhadap semua hal universal (pandangan dunia) dan struktur kekuatan.
Dalam situs http://www.fni.com/cim/briefing/decon.doc disebutkan perbedaan mendasar mengenai modernisme dan postmodernisme. Situs tersebut menyebutkan bahwa modernisme adalah kata lain dari penerangan humanis.

IV. Perkembangan Sejarah dan Tokoh-tokoh Postmodern
Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat ataupun sosiologi. Wacana postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan kemudian juga dalam sastra. Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik terhadap arsitektur dan sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter, mekanis dan kurang human. Akhirnya, kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini menjadi kritik terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang dikenal sebagai era postmodern.
Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur. Charles Jencks dengan bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post modern sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitekture setelah ratusan terkukung satu gaya. Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul 3:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis di anggap sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia berdiri sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan teknologi untuk menciptakan masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi para penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak dana untuk merenovasi bangunan tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada sore hari di bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan dengan dinamit. Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang paling berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian modernisme dan menandakan kelahiran postmodernisme
Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai.

4.1 Postmodern sebagai Filsafat
Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, terlebih ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era postmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.
Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari kritik terhadap arsitektur modern, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Konsep postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan dirinya.
C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche “My good is my good, and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku, dan kebaikanmu adalah kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue, lo ya lo”. Jadi di sini tidak ada standar absolut tentang benar atau salah dalam postmodern. Mungkin Anda juga pernah mendengar orang berkata “Mungkin itu benar bagimu, tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa yang kamu rasa benar.” Kebenaran, bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.

4.2 Tokoh-Tokoh postmodern dan Ajarannya
Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara berpikir yakni dekonstruktif dan rekonstruktif. Para filsuf sosial berkebangsaan Prancis lebih banyak mendukung cara berpikir postmodern dekonstruktif ini. Para pemikir Perancis itu antara lain: Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, ean Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault, Pauline Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard Rorty. sementara pemikiran postmodern rekonstruktif dipelopori oleh Teori Kritis Mazhab Frankfurt seperti: Max Horkheimer, Theodor W Adorno, yang akhirnya dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas.
1) Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)
Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyak berkenalan dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl. Karier bergengsi yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Basel.
Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.

2) Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004)
Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting abad ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi, dan différance..
Dekonstruksi
Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi metafisika Barat.
Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan proyek filsafat yang berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa filsafat barat seluruhnya bersifat logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi mengkritik seluruh proyek filsafat barat.
Differance
Dalam karyanya, Of Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan bahwa struktur penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih tua” ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni kehadiran diri (presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan atau ujaran.
Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri. Maka, tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar jika dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak terhingga (infinite) dan tidak habis-habisnya ini tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah pengertian “tulisan” yang ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan istilah arche-writing, yakni tulisan yang merombak total keseluruhan logika tentang tanda. Jadi, tulisan yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau tanda) sederhana, yang dengan mudah dianggap mewakili makna tertentu.
Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa, dan bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih “istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah bentuk permainan bebas dari unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan kebenaran mutlak (logos).
Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri terus-menerus, jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang mau dicari). Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang disebut Derrida sebagai differance.
Differance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya persis sama dengan kata difference. Kata-kata ini berasal dari kata differer-differance-difference, tidak hanya dengan mendengar ujaran (karena pelafalannya sama), tetapi harus melihat tulisannya. Di sinilah letak keistimewaan kata ini, hal inilah yang diyakini Derrida membuktikan bahwa tulisan lebih unggul ketimbang ujaran.
Proses differance ini menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,” makna transendental, dan makna universal, yang diklaim ada oleh De Saussure dan oleh pemikiran modern pada umumnya.
Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah “kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di depannya, dan begitu seterusnya.
Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal yang “ada di depan,” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa dijadikan pegangan. Karena, satu-satunya yang bisa dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya harus ditunda atau ditangguhkan (deferred) sembari kita terus bermain bebas dengan perbedaan (to differ). Inilah yang ditawarkan Derrida, dan posmodernitas adalah permainan dengan ketidakpastian.

V. Kritik postmodern terhadap narasi-narasi modern
Postmodern dan Kapitalisme
Kapitalisme atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan manusia dipandang sebagai barang yang bisa diperdagangkan – nilainya (harganya) ditentukan oleh seberapa besar yang bisa dihasilkannya
Menurut para pemikir postmodern, modernitas itu ditandai dengan sifat totaliternya akal budi manusia yang menciptakan sistem-sistem seperti sistem ekonomi, sosial, politik, dsb. Sistem-sistem itu akhirnya memenjarakan manusia sendiri sebagai budak dari sistem yang tidak menghargai sama sekali ‘dunia kehidupan’.

Postmodern dan Positivisme
Nietzsche adalah tokoh postmodern yang temasuk pengkritik pandangan positivisme August Comte. Menurut Comte, subyek (manusia-red) mampu menangkap fakta kebenaran, sejauh hal itu faktual, dapat didindara, positif dan eksak. Akan tetapi menurut Nietzsche , manusia tidak tidak dapat menangkap fakta. Apa yang dilakukan manusia untuk menangkap objek itu hanyalah sekedar interpretasi. (ST. Sunardi,1999:67-68)
Banyak pernyataan bahwa Nietzsche tidak percaya bahwa kita bisa mengetahui kebenaran. Fakta kebenaran itu tidak ada, yang ada hanyalah interpretasi dan dan perspektif. Maka dengan dengan sendirinya tidak ada kebenaran universal yang tunggal. Penafsiran itu tidak itu tidak menghasilkan makna final, yang ada hanyalah pluralitas. (ST. Sunardi,1999:180) sehingga bagi Nietzsche , kebenaran adalah suatu kekeliruan yang berguna untuk mempertahankan arus hidup.

VI. Tanggapan Terhadap Postmodern
Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang cukup mendasar. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam interpretasi, setiap orang mempunyai sudut pandang dan perspektif sendiri-sendiri (berbeda-beda). Dalam perpektif, subjek-subjek tertentu bisa dianggap benar, namun bisa jadi keliru bagi perspektif subjek yang lain.
Jika pada masa Modern, manusia mengingkari agama oleh karena pengaruh rasionalitas, namun pada masa Postmodern ini manusia mengingkari agama dengan irrasionalitas. Pada postmodern ini bermunculan agama-agama baru buatan manusia (--isme) yang merupakan hasil sinkritisme dan pluralisme. Tidak ada kebenaran absolut dalam agama apapun atau mungkin bahkan dalam kitab suci apapun, yang ada adalah kebenaran relatif, kebenaran menurut masing-masing yang memandangnya, sehingga manusia di sini sebagai hakim penentu kebenaran, dan bukan Tuhan yang menjadi penentu kebenaran melalui Kitab Suci yang diwahyukannya.
Derrida, melalui teori Dekonstruksi-nya, telah mengantarkan kita pada sebuah model semiotika ketidakberaturan atau semiotics of chaos. Dekonstruksi menolak kemapanan, menolak obyektivitas tunggal dan kestabilan makna. Karena itu, Dekonstruksi membuka ruang ‘kreatif’ seluas-luasnya dalam proses pemaknaan dan penafsiran. Itulah Dekonstruksi, yang membuat setiap orang bebas memberi makna dan mentafsirkan suatu obyek tanpa batas. Ruang makna terbuka luas. Penghancuran terhadap suatu makna oleh makna baru melahirkan makna-makna lain. Demikian seterusnya. Sehingga, demikian bebas dan banyaknya makna dan tafsiran, membuat era dekontruktivisme dianggap era matinya makna. Makna menjadi tidak berarti lagi.
Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk kebenaran tunggal ditolak dan direlativkan, demikian juga agama, teologi dan ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim fundamentalisme dan yang lain ke arah sekularisme. Untuk itu, persoalan dasar dalam dunia postmodern ini pertama-tama adalah soal hermeneutika dan komunikasi. Bahasa menjadi medan hidup yang terus menerus dikembangkan sebagai bagian dari proses hermeneutik dan komunikasi. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup ajaran iman agama, teologi, ataupun narasi-narasi besar lainnya, namun juga terjadi di setiap bidang kehidupan.
Rasionalisme universal manusia modern dengan cita-cita penyempurnaan manusia oleh manusia sendiri menemui keterbatasannya secara sangat spektakuler dalam abad ini. Rasionalitas universal itu seolah-olah ambruk.

Kesimpulan
Postmodern yang lahir pertama-tama sebagai reaksi dan kritik terhadap modernisme yang penuh akan kesalahan dan kegagalan di berbagai bidang (walaupun beberapa tidak sepenuhnya gagal).
Postmodernisme adalah pandangan dunia yang menyangkal semua pandangan dunia. Singkatnya, postmodernisme mengatakan bahwa tidak ada kebenaran universal yang valid untuk setiap orang. Individu terkunci dalam persepktif terbatas oleh ras, gender, dan grup etnis masing-masing.
Berbeda dengan filsafat sebelum zaman modern yang mendasari metodenya dengan rasionalitas. Pada zaman ini seakan-akan tak ada lagi standar kebenaran.
Kritik post-modern terhadap modern bukanlah gugatan ilmiah dan teoritik, melainkan lebih bersifat emosional. Ia tak membawa konsep yang jelas, hanya mengkritik konsep lama, tidak memperbaharuinya, dan hanya phenomenon politik saja yang melatarbelakangi kemunculannya, yakni perang dunia kedua.

Referensi


Tom Jacob, SJ, Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002
John Gage Allee (Ed), Webster’s Dictionary Library, New York: Bell Publishing Company, 1980, bab. Webster’s Dictionary, 1978
Stanley J. Grenz, Postmodernisme; Sebuah Pengenalan" terjemah. Wilson Suwanto Edisi:013/III/2001, http://reformed.sabda.org/home
Eddy Peter Purwanto, Natal dan Postmodern, http://www.philadelphia-international.com/natal%20dan%20postmodern.htm
Ari Purnomo, Narasi Kecil Sebagai Legitimasi Ilmu Pengetahuan era Postmodern Menurut Jean Francois Lyotard: Sebuah Skripsi, Yogyakarta: FTW, 2006
Sri Rahayu, Epistimologi Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, dalam Epistimologi Kiri, (Jogjakarta,Ar-Ruuz,2006), Cet. II
Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, (Bandung:PT. Remaja Rosda Karya,2003), Cet. III
Satrio Arismunandar, Dekonstruksi Derrida dan Pengaruhnya Pada Kajian Budaya, Desember 15, 2008, http://pormadi.wordpress.com/2008/12/15/dekonstruksi-derrida-dan-pengaruhnya-pada-budaya/
Bambang Sukma Wijaya, Kajian Kritis Semiotika Dekonstruksi Derrida, February 20, 2008, http://en.wordpress.com/tag/Kajian-Semiotika
http://www.pursal.com/2009/04/22/s1-dstars-06-ss-postmodern-arch-language/
http://www.guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-post-modern.html
http://gerakanindonesiabaru.blogspot.com/2009/04/paham-allah-dalam-era-postmodern.htm
http://komunitasembunpagi.blogspot.com/2009/03/post-modern-mitos-baru.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Dekonstruksi

[+/-] Selengkapnya...

FILSAFAT MODERN ((POSITIVISME DAN EVOLUSIONISME))

Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, segala yang diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk dapat memberikan asumsi (proyeksi ke masa depan).
Pengertian
Positivisme dalam bahasa Inggris, yaitu: positivism, dalam bahasa Latin positivus, ponere yang berarti meletakkan. Positifisme sekarang merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau dengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, segala yang diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk dapat memberikan asumsi (proyeksi ke masa depan). Beberapa tokoh diantaranya:
August Comte (1798-1857), Jonh S. Mill (1806-1873), Herbert Spencer (1820-1903) .

August Comte (1798-1857)
Ia lahir di Montpellier, Prancis. Sebuah karya penting, Cours de Philosofia Positif (kursus tentang filsafat positif), dan berjasa dalam mencipta ilmu sosiologi.
Menurut pendapatnya pemikiran manusia dapat berkembang dalam tiga tahap: tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif. Tahap teologis yaitu manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniyah (sebab pertama). Disini manusia percaya pada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya dibalik semua kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
Tahap metafisis, yaitu manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertiaan abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.
Tahap ilmiah/ positif, yaitu manusia mulai mengetahui dan sadar, bahwa upaya pengenalan teologis dan metafisis tidak ada gunanya. Sekarang manusia berusaha mencari hukum-hukum yang berasal dari fakta-fakta pengamatan dengan memakai akal. Tahap-tahap tersebut berlaku pada setiap individu (dalam perkembangan rohani) juga di bidang ilmu pengetahuan.
Di akhir hidupnya, ia berupaya membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis, kemajuan sebagai tujuan”. Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altruis, yaitu menganggap bahwa soal utama bagi manusia adalah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain.

Positivisme Dan Aliran Lain
positivisme tampil sebagai jawaban terhadap ketidak mampuan filsafat spekulatif (misalnya, idealisme Jerman klasik) untuk memecahkan masalah filosofis yang muncul sebagai suatu akibat dari perkembangna ilmu. Kaum positivis menolak spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Posuitivisme menyatakan salah dan tidak bemakna semua masalah, konsep dan proposisi dari filsafat tradisional tentang ada, substansi, sebab dan sebgainya, yang tidak dapat dipecahkan atau diverifikasi oleh pengalaman yang berkaiatan dengan suatau tingkat yang tinggi dari alam abstrak. Ia menyatakan dirinya sebagai suatu filsafat non metafisik, yang sama sekali baru, yang dibentuk berdasrkan ilmu-ilmu empiris dan menyediakan metodelogi bagi ilmu-ilmu tersebut .
Pada hakikatnya poitivisme merupakan empirisme, yang disegi-segi tertentu sampai pada kesimpulan logis ekstrim: karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

Pandangan Beberapa Filsuf
Aliaran filsafat ini dtandai oleh pendewaan ilmu dan metode ilmiah. Pada versi-versi awalnya, metode-metode ilmiah dianggap berpotensi tidak saja memperbaharui filsafat tetapi juga masyarakat. Istilah ini diperkenalakan oleh Saint-Simon menurutnya; implikasi-implikasi filsafat positif mencakup pembaharuan-pembaharuan politik, pendidikan dan agama.

Pembagian Positivisme
Positivisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu positivisme ligis dan positivisme moral.

1. Positivisme Logis
Positivisme logis merupakan aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Tugas pertama dipersiapkan untuk ilmu dan yang kedua khusus untuk filsafat. Menurut positivisme logis, filsafat ilmu murni mungkin hanya sebagai suatu analisis logis tentang bahasa ilmu. Fungsi analisis ini di satu pihak mengurangi metafisika, yaitu filsafat dalam arti tradisional, dan di lain pihak, meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah.

Beberapa Ajaran Pokok
Positivismmme logis empunyai beberapa ajaran pokok, diantaranya:
 Penerimaan prinsip verifiabilitas, yang merupakan kriteria untuk menentukan bahwa suatu pernyataan mempunyai arti kognitif. Arti kognitif suatu pernyataan tergantung pada apakah pernyataan itu dapat diverifikasi atau tidak.
 Semua pernyataan dalam matematika dan logika bersifat analitis ( tautologi) dan benar per definisi. Konsep-konsep matematika dan logika tidak di verifikasi tetapi merupakan kesepakatan defisional yang diterapkan pada realitas.
 Metode ilmiah merupakan sumber pengetahuan satu-satunya yang tepat tentang realitas.
 Filafat merupakan analisis dan klarifikasi makna dengan logika dan metode ilmiah. (beberapa ahli positivisme logis berupaya untuk menghilangkan semua filsafat yang tidak tersusun segabai ilmu-ilmu logika-matematik).
 Bahasa pasa hakikatnya merupakan suatu kalkulus. Dengan formalisasi bahasa dapat ditangani sebagai suatu kalkulus, yaitu dalam memecahkan masalah-masalah filosofis ( atau memperlihatkan yang mana darimasalah-masalah itu merupakan yang semu) dan dalam hal menjelaskan dasar-dasar ilmu.
 Pernyataan-pernyataan metafisik tidak bermakna. Pernyataan-pernyataan itu tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan tautologi yang berguna. Tidak ada cara yang mungkin untuk menentukan kebenarannya atau kesalahannyadengan mengacu pada pengalaman, seperti ucapan “ Yang tiada itu sendiri tiada”, yang dipelopori oleh martin Heidegger, “ yang mutlak mengatasi waktu “, “Allah adalah sempurna“, ada murni tidak mempunyai cirri “, pernyataan-pernyataan metafisik adalah pernyataan semu.
 Dalam bentuk positivisme ekstrim, pernyataan-pernyataan tentang eksisitensi dunia luar dan pikiran luar yang bebas dari pikiran kita sendiri, dianggap tidak bermakna, karena tidak ada cara empiris untuk mengadakan verifikasi terhadapnaya.
 Penerimaan terhadap teori emotif dalam aksiologi. Nilai-nilai tidak ada apabila tidak bergantung pada kemampuan manusia untuk menetapkan nilai-nilai. Nilai-nilai tidak merupakan objek-objek di dunia, tidak dapat ditemukan dengan percccobaan, dan tidak dapat diperiksa, atau dialami sebagaimana kita mengalami atau mengadakan verifikasi terhadap eksistensi objek-objek.

2. Positivisme Moral
Positivisme moral menegaskan bahwa nilai-nilai didasarkan pada kebudayaan dan perkambangannya sesuai dengan variasi-variasi waktu dan tempat. Oleh karenaitu, kebaikan atau nilai moral kegiatan manusia tidak terikat secara niscaya dan secara tidak berubah dengan hakikat pribadi manusia, tetapi sama sekali tunduk kepada semua variasi yang mungkin.
Bukti utama bagi positivisme moral adalah kesaksian sejarah. Setiap bangsa dan setiap kebudayaan mengembangakan nilai moralnya sendiri dan nilai-nilai sering ditemukan bertentangan. Apa yang sebelumnya diperbolehkan seakan-akan pada suatu generasi kemudian kurang mendapat penghargaan dari manusia atau bahkan malah bersifat tidak sopan.

((EVOLUSIONISME))
Sebuah buku ilmiah sains yang ditulis oleh Harun Yahya bertajuk 'The EVOLUTION Deceit' adalah jawapan kepada kebodohan teori evolusi yang mendasari denai-denai menolak ketuhanan.
Teori evolusi adalah hasil daripada falsafah materialis yang dibayangi oleh falsafah materialistik purba dan mula tersebar meluas pada kurun ke-19. Materialisme mencari jawapan semulajadi melalui faktor-faktor material sepenuhnya. Atas alasan teori material menolak kewujudan Tuhan sebagai pencipta, maka fahaman ini berpegang setiap yang terjadi adalah secara kebetulan dan kemudian tersusun mengikut keadaan. Jelasnya falsafah materalistik bercanggah dengan kriteria asas pemikiran manusia sehingga menghasilkan teori evolusi.
Aliran ini dipelopori oleh seorang zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat ini, yaitu Charles Robert Darwin ( 1809-1882).

Darwin dan khayalan
Darwin bukan merupakan ahli biologi yang menerima pendidikan secara formal. Dia hanyalah seorang manusia yang meminati alam semulajadi dan kehidupan. Bagaimana Darwin berimaginasi untuk menemukan satu teori yang dinamakan evolusi di mana teori tersebut tiada walau sedikit nilai Sains modern.

Akibat minat Darwin telah menjadi sukarelawan sebuah ekspedisi di atas sebuah kapal H.M.S Beagle yang dirancangkan di England pada 1832 dan mengembara mengelilingi beberapa kawasan seluruh dunia selama lima tahun. Semasa pelayaran inilah Darwin berperang dengan khayalan dan imaginasinya. Melihat akan keajaiban haiwan-haiwan yang hidup di pelbagai habitat, Darwin membuat konklusi dangkal mempelopori ide variasi yang berlaku pada haiwan-haiwan adalah disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Darwin berpandangan bahawa haiwan-haiwan yang pelbagai ini asalnya diciptakan hanya satu dan kemudian berkembang biak dengan rupa yang berbeza disebabkan oleh keadaan semulajadi.

Hipotesis Darwin ini hanyalah khayalan dan imaginasi semata-mata, tidak berdasarkan kepada mana-mana penemuan atau eksperimen sains. Bagaimanapun teori tersebut menjadi berpengaruh hasil sokongan dan dorongan yang diterima daripada ahli-ahli biologi materialis yang terkenal pada masa tersebut. Menurut Darwin lagi: "Manusia merupakan hasil termaju mekanisme ini."

Seorang ahli biologi Perancis, Larmarck turut menyokong teori Darwin. Larmarck menyokong dengan turut mengemukakan khayalannya terhadap zirafah yang berasal dari rusa. Akibat memanjangkan lehernya untuk mencapai dahan-dahan yang lebih tinggi untuk mendapatkan makanan dari generasi ke generasi menjadikan spesis lain bernama zirafah. Lihatlah betapa teori bodoh Larmarck ini hanya sesuai sebagai pembohongan.

Melalui teori tersebut Darwin menyatakan bahawa manusia berkembang dengan asal dari beruk. (Apakah anda tidak merasa marah atau terhina?) Ini disebabkan manusia memiliki sifat-sifat yang ada pada beruk dan perbezaan warna kulit manusia turut berbeza kerana proses pertukaran itu masih belum berakhir.

Bagaimanapun Darwin sendiri mengakui akan kesukaran teori evolusi beliau akan mampu menjadi wacana terbaik. Ini dinyatakan sendiri di dalam sebuah karyanya yang berjudul: "The Origin of Species, By Means of Natural Selection":1859, di dalam bab "Difficulties of the Theory." Darwin berharap agara ada penemuan terbaru yang bakal menyokong teorinya; sedangkan penemuan-penemuan tersebut bersifat pelbagai.

Selain mendapat sekongan teori cetusan Darwin turut mendapat tentangan. Seorang ahli fizik Amerika, Lipson membuat komentar terhadap Darwin.

"Ketika membaca The Origin of Speceis, saya mendapati Darwin sendiri tidak yakin dengan apa yang dikatakannya seperti yang sering ditonjolkan: sebuah bab bertajuk "Difficulities of the Theory" sebagai contoh, menunjukkan keraguan yang nyata. Sebagai seorang ahli fizik saya amat hairan dengan komentar beliau tentang bagaimana mata diterbitkan."

Darwin dan Larmarck telah melakukan kesilapan yang amat besar apabila hidupan hanya dikaji dengan teknologi yang amat primitif dan amat tidak mencukupi. Sambil itu lapangan sains genetik dan biokimia belum pun wujud. Sedangkan teori mereka bergantung penuh hanya semata-mata kepada khayalan mereka.

Beberapa penemuan seperti ilmu sains genetik, penemuan struktur gen dan kromosom, DNA pada 1950 telah meletakkan teori Darwin pada kedudukan sangat bodoh. Kemajuan-kemajuan hasil penemuan baru sians itu sepatutnya telah menyebabkan teori Darwin dibakulsampahkan daripada sejarah. Bagaimanapun masih ada golongan yang cuba menyemak semula sekaligus cuba untuk menjadikan teori Darwin masih diterima. Teori ini menimbulkan tanda tanya apabila dipertahankan adakah untuk kepentingan ideologi?

Kalaulah anda rasa anda hasil dari beruk, percayalah pada khayalan Darwin! seorang manusia zaman lampau yang tiada pendidikan biologi secara formal memperkenalkan khayalannya...

Neo-Darwinisme

Neo-Darwinisme adalah satu teori bodoh yang dihasilkan bagi menyokong teori-teori khayalan evolusi ciptaan Darwin. Orang yang bertanggung jawab terhadap neo-darwinisme (neo-darwinis) adalah sekumpulan saintis yang setia dengan Darwin, meskipun teori khayalan Darwin menghadapi krisis yang hebat akibat penemuan undang-undang genetik pada awal suku kurun ke 20.

Melalui teori mereka itu, mereka juga cuba membuktikan bahawa organisma hidup yang pertama telah terbentuk secara tidak sengaja di bawah keadaan bumi primitif. Tetapi teori ini juga menerima nasib yang malang kesan kegagalan-kegagalan yang menimpa eksperimen mereka. Kegagalan mereka untuk membuktikan bahawa hidupan terjadi dengan sengaja atau secara kebetulan tidak akan dapat dibuktikan meskipun eksperimen-eksperimen itu dilakukan pada zaman kini dan menggunakan peralatan makmal yang paling canggih. Justeru mereka memperlihatkan kegagalan dan dalam masa yang sama; kebodohan.

Jelasnya selain para saintis mengemukakan pandangan hasil daripada kajian mereka untuk menunjukkan kegagalan teori Darwin, para Ilmuan Islam dengan mudah menyangkal kenyataan Darwin berdasarkan kepada ajaran yang dibawa oleh Islam itu sendiri. Mustahil sesuatu terjadi dengan tiada pencipta. Malah seseuatu yang terjadi secara sengaja dan kebetulan tidak selalunya berulang-ulang, sedangkan kelahiran manusia, peredaran cakerawala, siang dan malam, pasang surut air laut gerhana dan sebagainya terjadi dengan teratur. Pastinya ada kuasa yang mengatur dan mengawal semuanya. Justeru tidaklah menjadi suatu yang ampuh sekiranya teori Darwin masih boleh diterima.

Primitifnya Darwin!

Sememangnya tidak dinafikan sewakti Darwin mengemukakan teori evolusinya disiplin genetik, mikrobiologi dan biokimia masih belum wujud. Ada yang berpandangan sekiranya semua disiplin saintifik itu telah wujud pastinya Darwin tidak berhasrat untuk mengemukakan teori dan pandangan yang tidak berguna itu. Tambahan pula dunia sains zaman itu terlalu primitif, pengetahuan yang cetek tentang struktur dan fungsi-fungsi sel.

Namun ada baiknya juga. Dengan khayalan Darwin itu telah lahir tokoh-tokoh pengkaji dan para saintis pasca penerimaan Darwinisme. Yang peliknya ada juga di kalangan saintis yang menyokong penuh, malah berusaha untuk memastikan teori itu mampu diyakini masyarakat dunia. Hakikatnya manusia yang celik sains dan terdedah dengan ajaran Islam tidak sesekali menerima ideologi Darwin itu.

Sekurang-kurangnya dengan adanya pengunggul yang menjadi pengkaji -mencari kebenaran di jalan yang salah- dari kalangan penyokong Darwin itu, dunia akan terus dihantui oleh khayalan Darwin yang hanya sesuai di zamannya; sedangkan patut dibakulsampahkan pada zaman kemajuan kini.

*** Dapatkan buku: The Evolution Deceit Karya Harun Yahya, untuk mendalami pemikiran menyanggah evolusi Darwinisme. Harun menemukan jawapan berdasarkan kajian sains dan disiplin ilmu yang mapan. Atau boleh melayari laman webnya: www.harunyahya.com. Selamat menemui kebenaran.



Pemikirannya mendominasi pemikiran filsafat abad ke-18. Pada tahun 1838 bukunya yang berjudul Malthus an Essay on the principle of population memberikan inspirasi bagi Darwin untuk membentuk kerangka berfikir dari teorinya.
Evolusionis menyatakan bahwa makhluk hidup membentuk diri mereka sendiri secara mandiri dari benda mati. Namun, ini adalah dongeng takhayul abad pertengahan yang bertentangan dengan hukum dasar biologi.
Menurut Malthus, manusia akan cenderung meningkat jumlahnya (deret ukur) diatas batas bahan-bahan makanan (deret ukur). Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal tersebut manusia harus bekerjasama, harus berjuang diantara sesamanya untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan iklim sekitarnya.
Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan segala sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life. Pada hakikatnya antara binatang dan manusia dan benda apa pun tidak ada bedanya. Dimungkinkan terdapat perkembangan manusia pada masa yang akan datang lebih sempurna. Dalam pemikirannya, Darwin tidak melahirkan system filsafat, akan tetapi pada ahli pikir berikutnya (Herbert Spencer) berfilsafat berdasarkan pada evolusionisme.


Referensi:
1. Lorens Bagus, Kamus filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2. Drs. Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. II 1997.
3. www.harunyahya.com. Selamat menemui kebenaran. 1-13 Oktober 2002© AHMAD TARMIZI ISMAIL.
4. www.harunyahya.com. Teori Evolusi, Jembatan Menuju Atheisme, 7 Mei, 2005.
5. Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 2004.

[+/-] Selengkapnya...

Kamis, 04 Juni 2009

KHAWARIJ: TOKOH, PEMIKIRAN, PENAMAAN DAN PERKEMBANGANNYA

Pendahuluan
Bila kita mengenal Syiah sebagai pecinta Ali bin Ali Thalib dan keluarganya dengan berlebih-lebihan, maka adalah suatu sekte yang kebalikannya. Ia adalah Khawarij. Yakni meeka yang membenci Ali dengan berlebih-lebihan, mengkafirkannya hingga menghalalkan darahnya.
Kaum Khawarij pada asalnya adalah pengikut setia Ali, tetapi kemudian mereka menyatakan keluar dari barisan Ali. Kemunculan Khawarij secara terbuka terjadi menyusul peristiwa tahkim (abitrase) antara Ali dan Muawiyah. Bibit pemikiran Khawarij sebetulnya sudah mulai muncul ketika mereka ikut berperang dalam barisan Ali melawan pasukan Aisyah dalam perng Jamal. Dalam perang itu Ali mengintruksikan pada pasukannya agar jangan membunuh musuh yang terluka, jangan menganiaya yang tak bedaya, jangan mengejar yang lari, jangan merampas harta benda lawan selain yang dipakai di medan perang, dan dilarang menawan anak-anak dan kaum wanita. Saat itu sebagian dari pasukan Ali memprotes, “bagaimana anda menghalalkan darah mereka tatapi mengharamkan harta bendanya?”. Ali menjawab, “Apakah kalian sudi jika salah seoang diantara kalian menawan dan memperbudak ibunya sendiri, yaitu Aisyah”
Kekecewaan mereka memuncak di perang Shiffin. Saat itu mereka sudah mendesak pasukan Muawiyah. Tetapi Muawiyah mengajak damai dengan hukum al Quran, dan Ali menyambut itu. Ketika naskah kesepakatan ditandatangani pihak Ali dan Muawiyah, lalu kedua pasukan itu meninggalkan Shiffin. Di perjalanan menuju Kuffah, sekitar 12.000 orang dari pasukan ‘Ali memisahkan diri dari rombongan dan membuat markas militer tersendii di Harura. Mereka mengecam ‘Ali dan menuduhnya telah berbuat kufur serta syirik karena menyeahkan ketetapan hukum pada manusia.

Definisi []
Asal kata khawarij adalah dari term kha-ra-ja. Ia adalah bentuk jama' dari term kharij, yaitu isim fa'il dari kata kharaja yang memiliki arti keluar.
Ditinjau secara istilah, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
1. Asy Syahrastani berkata: “ Setiap orang yang memberontak kepada imam yang telah isepakati kaum muslimin disebut khawarij. Sama saja, apakah dia memberontak di masa shahabat kepada al Khulafa ar Rasyidun atau setelah mereka dimasa tabi’in dan para imam di setiap zaman”
2. Imam al Asy'ary berkata: "Faktor yang menyebabkanmereka disebut khawarij adalah keluarnya merekadari kekhilafahan Ali bin Abi Thalib"
Imam Abu Hazm menambahkan bahwa istilah Khawarij itu dinisbatkan juga kepada semua kelompok atau hukum yang dahulu keluar dari 'Ali bin Abi Thalaib atau yang mengikuti paham mereka, kapan pun itu terjadi.
3. Al Imam Al Barbahari berkata di dalam Syarhu as-Sunnah: ”setiap orang yang memberontak kepada imam(pemerintah) kaum muslimin adalah khawarij, dan berarti dia telah memecah belah kaum muslimin dan menentang sunnah, serta matinya seperti mati jahiliyyah”
4. Golongan yang keluar atau melepasakan diri dari kepemimpinan Ali.
Menurut Abdul Qahir bin Thahir bin Muhammad dalam 'Al Farqu baina al Firaq', golongan Khawarij terpecah menjadi 20 sekte, lima diantaranya sekte-sekte besar yang satu sama lain saling menghinakan bahkan diantara satu sama lin saling menghinakan bahkan saling mengkafirkan. Mereka adalah :
a. Al Muhakkimah, disebut demikian karena mereka menolak tahkim (abitrase) antara Ali dan Muawiyah, dan selalu membawakan slogan ‘ hukum itu hanya milik Allah’. Tokoh-tokohnya adalah Abdullah bin Wahhab ar Rashibi, Urwah bin Jarir, Yazid bin Abi 'Ashim al Muhariby dan Harqush Zhahir al Bajly. Mereka mengkafirkan Alim Muawiyah, Abu Musa al ‘Asy’ay dan semua penggggikutmeeka yang menerima keputusan itu. Kemudian hukum kafi ini merek aluaskan sehinggatermasuk di dalmanya oang yang berbuat dosa besar.
b. Al Azariqah, dinisbatkan kepada Nafi' bin al Azraq. Kelompok ini mengkafirkan Ali bin Ali Thalib, orang –orang tidak mau berperang bersama mereka. menolak hukum rajam bagi orang yang berzina. Yang lebih parah lagi mereka menganggap Allah mengutus seorang Nabi tersebut kafir, setelah diutus ataupun sebelum diutus.
c. An Najdat, dinisbatkan kepadaNajdat bin Amir al Hanafi. Pada mulanya sekte in akan menggabungkan diri dengan al Azariqah. Akan tetapi dalam seket tersebut timbul pepecahan dikarenakan tidak menyetujui paham al Azariqah yang menuduh musyrik oang yang tidak ikut berhiojrah kepada golongan mereka, walaupun dia pemiliki paham yang sama.
d. Ash Shafriyah, dinisbatkan kepada Ziyad bin al Ashfar. Perbedaan sekte ini dengn sekte yang lain adalah:
- Melarang membunuh anak-anak dari opang-orang yang berbeda dalam aqidah
- Oang Shafriyah uyang tidak berhijrah tidak dianggap kafir
- Daerah Islam yang tidak sepaham dengan mereka disebut dar al Hab
e. Al Ibadhiyah, dinisbatkan kepada Abdulllah bin Ibadh. Golongan ini termasuk sekte yang paling moderat dari sekte yang lain, memisahkan dii dari golongan Azariqah. Paham moderat meka dapat dilihat dai ajaran-ajaran mereka antara lain: menganggap bahwa orang Islam yang tak sepaham dengan mereka dihukumi... Namun demikia, dengan orang yang sepeti ini boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan. Shadat mereka dapat diterimsa dan membunuhnya adalah haram
Firqah Khawarij sering disebut dengan beberpa nama lain, seperti:Al-Haruriyah, Asy Syarah, Al Mariqah, dan An Nawashib.

Benih kemunculan Khawarij [Penentangan Dzul Khuwaisirah at-Tamimi]
Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri, bahwa beliau berkata ‘Ali pernah mengirim dari yaman untuk rasulullah sepotong emas dalam kantong kulit yang telah dsamak, dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka nabi membaginya kepda empat orang:uyainah bin Badr, Aqra bin Habis, Zaid Al Khail dan Al ‘Amir bin ath Thufail. Maka seseorang dari par shabat menyaytakan : “kami lebih berhak dengan ini dibanding mereka.”
Ucapan itu sampai kepada nabi, maka beliau bersabda:“apakah kalian tidak percaya kepadaku, padahl aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di langit, wahyu turun kepadaku dari langit da waktu pagi dan sore"
Kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol bagian atas kedua pipinya, menonjol kedua dahinya, lebat jenggotnya, botak kepalanya, dan tergulung sarungnya. Orang itu berkata: " Takutlah Kepada Allah wahai Rasulullah!!
Maka Rasuullah berkata: "celaka engkau!Bukankah au manusia yang paling takut kepada Allah?"
Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid bin al Walid berkata: Wahai Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya?"
Nabi berkata: "Jangan, dia masih shalat." Khalid berkata: "Berapa banyak orang shalat dan bersyahadat ternyata bertentangan dengan isi hatinya."
Nabi berkata: "Aku tidak diperintah untuk meneliti isi hati manusia, dan membelah dada mereka." Kemudian Nabi melihat kepada orang itu, sambil berkata: " Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang ini sekelompok kaum yang membaca Kitabullah seara kontinyu, namun tidak melampaui tenggorakan mereka. Mereka melesat (yamruquuna) dari agama seperti melesatnya anak panah dari busurnya"

Khawarij dan Khuruj [Memberontak Pemerintah]
Dengan pendefinisian khawarij sebagai firqah yang keluar dari kepemimpinan yang sah. Maka firqah ini identik dengan pemberontakan terhadap pemerintahan yang syah. Ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh dalam bukunya 'Mereka Adalah Teroris' mencatat beberapa kejadian-kejadian awal pemberontakan firqah ini. Diantaranya :
 Pemberontakan Dzulkhuwaisirah (lebih jelasnya lihat di hal.3 makalah ini)
 Pemberontakan pada masa Pemerintahan Khalifah 'Utsman bin 'Affan ra. Gembong gerakan pemberontakan ini adalah 'Abdullah bin Saba'.
 Pemberontakan pada masa Pemerintahan Khalaifah Ali bin 'Ali Thalib.Bermula dari perang anatara Khalifah Ali dan Muawiyah dalam peranh Shiffin. Karena pasukan Muawiyah sudah terdesak pada waktu itu. Pada perkembangan selanjutnya, 10.000 orang merasa tidak senang dengan jalan yang ditempuh oleh Khalifaj Ali. Dan mereka pun meninggalkan Ali dan berkumpul di Harur

Syubhat Pemikiran dan Aqidah Khawarij dan Bantahannya []
Berkata dengan menggunakan ta'wil dan haya melihat dzahir nashnya saja.
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." [QS. Al-Maidah : 44]

- Al-Jashshash Rahimahullahu berkata :'Khawarij telah mentakwilkan ayat ini untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, meski tanpa adanya pengingkaran'.

- Abu Hayyan berkata: 'Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir.Mereka mengatakan : Ayat ini adalah nash pada setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bahwa dia itu kafir'.

- Ibnu Abbas, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qayyim berpendapat: "Mereka adalah orang-orang yang suka menta'wilkan ayat sesuai hawa nafsu mereka, mereka telah sesat ketika menganggap bahwa ta'wilan merekalah yang dimaksud dalam nash"
- Imam Ibnu Abil 'Izz Rahimahullahu mengatakan : ‘Kejelekan/kekeliruan dalam memahami apa yang dating dari Allah dan Rasul-Nya, merupakan sumber segala bentuk bid'ah dan kesesatan yang muncul dalam agama Islam. Dan ini merupakan pangkal kesalahan dalam masalah ushul (prinsip) atau furu' (cabang), terlebih lagi jika ditambah dengan adanya niat yang jelek. Wallahu al'-Musta'an'.
Perkataan ‘Ulama Salaf tentang tafsir ayat tersebut
- Isma'il bin Sa'id berkata : Aku bertanya kepada Imam Ahmad tentang ayat : "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS.Al-Maidah : 44). Aku bertanya apa itu kekafiran ? Beliau menjawab : “Kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama.”
- Mujahid berkata tentang tiga ayat ini (Surat al-Maidah :44, 45 dan 47) : "Barangsiapa yang meninggalkan berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan dia menolak al-Qur'an, maka dia kafir, dzolim dan fasik"
- Ibnul Jauzi Rahimahullahu berkata dalam "Zaadul Masiir" (2/366-367). : "Yang dimaksud dengan kekafiran dalam ayat tersebut ada dua : Dia kafir kepada Allah dan dia kufur dengan hukum tersebut, tapi tidak sampai mengeluarkan dari agama. Kesimpulannya: “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan juhud/mengingkari akan kewajiban (berhukum) dengannya, padahal dia mengetahui bahwa Allahlah yang menurunkannya, seperti yang di lakukan orang-orang Yahudi , maka orang ini kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hokum Allah, karena hawa nafsu tanpa adanya pengingkaran maka dia dzolim dan fasik. Dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas, bahwa beliau berkata : "Barangsiapa yang juhud/mengingkari hukum Allah, maka 0dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengikrarkannya, tapi tidak berhukum dengannya maka dia itu dzolim dan fasik.

Eksisnya Khawarij sampai munculnya Al-Masih Ad-Dajjal
Telah diriwayatkan oleh Al-Imam ‘Abdurrazzaq dalam kitabnya Al-Mushannaf, dari Qatadah, bahwa dia berkata: “Ketika khalifah ‘Ali bin Abi Thalib mendengar kaum Al-Muhakkimah, beliau bertanya: “Siapa mereka?” Maka dijawablah: “Mereka itu adalah para qurra’ (orang yang ahli membaca Al-Qur`an).”Namun beliau menjawab: Mereka adalah Al-Khayyabun Al-‘Ayyabun. Dikatakan kepada ‘Ali : “Tetapi mereka menyerukan bahwa: ‘Sesungguhnya tidak ada hukum kecuali milik Allah.’Maka ‘Ali pun menjawab: “Itu adalah sebuah ucapan yang bermakna benar, tapi diinginkan di balik itu adalah suatu kebatilan.”Ketika kaum Khawarij diperangi oleh Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, ada seseorang yang berkata: “Alhamdulillah, Yang telah menghancurkan mereka, serta membuat kita istirahat dari kejahatan-kejahatan mereka.”Ketika khalifah ‘Ali mendengar ucapan ini, beliau segera menjawab: “Tidak!! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya di antara kaum Khawarij ada yang masih berada dalam tulang punggung kaum lelaki dan masih belum dikandung oleh kaum wanita. Pasti generasi akhir mereka akan muncul bagaikan Alshashan dan Jaradin .”
Dari hadits Abu Barzah, bahwa Rasulullah berkata:
لاَ يَزَالُوْنَ يَخْرُجُوْنَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرَهُمْ
“dan senantiasa mereka akan muncul, hingga munculnya kelompok mereka yang terakhir.”


Kesimpulan
Iftiraqul Ummah adalah sunnatullah. Hadits Ralulullah tentang terbaginya umat ini menjadi 73 golongan, adalah sinyalemen akan terpecahnya umat ini. Dari 7 3 golongan itu hanya ada yang selamat (firqatu an-Najiyah). Mengenal Firqatu an-Najiyah adalah suatu keniscaan, pun tidak boleh dilewatkan 73 golongan sesat lainnya.
Adalah khawarij diantara firqah sesat itu. Pemikiran dan aqidahnya sangatlah berbahanya, sekte ini mengkafirkan pelaku dosa, sebagai orang kafir tanpa merinci apakah seorang hamba ketika melakukan maksiat itu dengan kerelaan hati atau tidak. Sekte sesat ini akan tetap eksis sampai datangnya al-Masih ad-Dajal. Mengenal pemikiran-pemikiran mereka adalah agar kita terhindar dari terjerumus ke dalamny. Akhir kalam, semoga makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi kita semua pada umumnya.

Daftar Pustaka
Umar Hasyim, Apakah anda termasuk golongan Ahli Sunnah wa al-Jamaah?, Surabaya:PT. Bina Illmu,1982, cet.IIAbu Fida Isma’il bin katsir, al Bidayah wa Nihayah, beirut:Dar el Maeefah,1999 Cet,V jilid.IV, hal. 303
Jeje Zaenuddin Abu Himam, Akar Konflik Umat Islam, Bandung:Persis Press, 2008. Cet.I.
Tim Ulin Nuha Ma'had Ali An Nuur :Dirasatul Firaq:Kajian Tentang Aliran-Aliran Sesat dalam Islam, Solo:Pustaka Arafah,2003 Cet.III
Imam Abi al Fath Muhammad ibnu al KArim asy Syahrastani, Al Milal wa Nihal, mu'allaq: Ahmad Fahmi, Beirut:Daar as Salam, 1948, cet.I
Lihat MAT hal. 682 dinukil dari Al Imam Al Barbahari: Syarhu as-Sunnah,Tahqiq:asy-Syaikh Abu Yasir Khalaid ar-Radadi.
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta:UI-Press, Cet.V
Al Farqu baina al Firaq, Abdul Qahir bin Thahir bin Muhammad.
Memahami Manhaj Islam:Membedah Ummahatul Firaq, Romly Qamaruddin Abu Yazid. Jakarta:Al Bahr Press,2008, cet.I
Kafir Tanpa Sadar:Membawa paham Takfir,‘Abdurrahman Thayyib, Maktabah Abu Salma, hal. 3, http://dear.to/abusalma
Luqman bin Muhammad ba'abduh, Mereka Adalah Teroris,.Malang:Pustaka Qaulan Sadida,2005, Cet.II



[+/-] Selengkapnya...